Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan belum mampu mengelola emosi dengan baik. Oleh karena itu, ini menjadi peran orang tua dalam mengajarkan anak-anak.
Hal normal ketika anak-anak merasa takut, cemas, marah, gembira, dan sedih. Namun, tentu akan menjadi masalah apabila emosi-emosi itu dituangkan dalam tindakan yang berlebihan bahkan membahayakan, seperti berteriak, berlarian, melempar, memukul, dan sebagainya.
Untuk itu, Bunda bisa membantu anak belajar mengelola emosi dengan beberapa cara. Misalnya saja, perlahan Bunda mengajari anak untuk menerima perasaannya baik senang, marah ataupun sedih.
Berikut cara mengajarkan anak untuk mengelola emosi dengan baik seperti dilansir dari laman CNBC Make It:
1. Buatlah batasan yang jelas
Anak harus tahu bahwa emosi yang intens dan negatif adalah hal yang normal. Kehadiran orangtua ada untuk membantu dan akan tetap mencintainya tanpa syarat bahkan ketika Si Kecil sedang bertingkah.
Meski begitu, bukan berarti menerima perilaku yang sudah condong ke sesuatu berbahaya yang mungkin ditimbulkannya, seperti membentak atau memukul seseorang tetap ada batasannya.
“Anak-anak perlu merasa didengarkan dan dipahami, terutama oleh orang tuanya,” kata Jazmine McCoy, seorang Psikolog klinis yang berbasis di pinggiran kota Atlanta seperti dikutip dari laman CNBC Make It.
Bunda dan Ayah dapat dengan jelas menyatakan mana batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya tidak boleh membentak dan bisa mengatakan, “Bunda ingin mendengar apa yang kamu katakan. Tapi akan sulit dimengerti bila kamu berteriak sayang. Mari kita tenangkan”.
2. Akui emosi anak
Mengakui kemarahan anak dapat membantunya mengungkapkan emosi yang mereka rasakan. Hal ini merupakan langkah penting membantu mereka mengelola perasaan tersebut tanpa bertindak berlebihan.
Hal ini bisa dilakukan dengan bertanya alasan yang membuat Si Kecil begitu marah. Ayah Bunda bisa membicarakan cara untuk menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi anak.
“Saat kita mengajari anak kita cara berkomunikasi dengan kata-katanya, maka mereka tidak perlu merasa harus berteriak dan menjadi agresif,” kata McCoy.
3. Menenangkan keadaan
Mengajarkan anak untuk menarik napas dalam-dalam saat mereka sedang kesal adalah cara populer untuk meredakan ledakan amarah. McCoy mengatakan trik untuk menggunakan strategi itu secara efektif yakni para orangtua juga harus mencontohkan bernapas dalam-dalam sebelum meluapkan amarah ketika di hadapannya.
Beri tahu anak untuk berhenti sejenak ketika sudah mulai merasakan emosi marah untuk menarik napas dalam-dalam. “Kami tidak serta merta memaksa anak untuk menarik napas dalam-dalam (ketika marah). Tinggal (orangtua) memodelkannya,” kata McCoy.
Jangan menanggapi emosi anak yang meledak-ledak dengan kemarahan juga. Membentak anak-anak malah akan menimbulkan dampak negatif yang bertahan lama terhadap harga diri dan perkembangan emosi mereka.
“Betapapun frustrasinya melihat balita manis Anda tiba-tiba meledak dalam kemarahan, Anda harus ingat bahwa mereka masih terlalu muda untuk mengatur perasaan besar mereka,” ujar McCoy.
Meskipun kekesalan tidak diungkapkan secara verbal, anak bisa merasakan kemarahan orangtuanya yang dapat memperburuk situasi. Maka belajar mengelola emosi anak agar bahagia dan sukses tergantung dari orangtuanya.
“Hal ini bergantung pada pesan yang kita (orangtua) kirimkan dan bagaimana kita mencontohkan kemarahan kita,” pungkas McCoy.